BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan good corporate
governance dan pemerintahan yang memiliki daya saing global diperlukan Sumber
Daya Insani yang mumpuni. Pada saat ini sangat dirasakan kompetisi yang ketat
di dunia kerja sebagai dampak adanya resesi global. Maka organisasi memerlukan
SDM yang profesional dan memiliki integritas dalam bekerja. Profesionalisme
merupakan sinergi berbagai kompetensi yang dikendalikan oleh kompetensi
spiritual. Kompetensi spiritual memiliki peran utama dalam mewujudkan
integritas sebagai perilaku kunci untuk membangun kepercayaan dan akhlak yang
luhur berdasarkan nilai-nilai agama.
Menurut Taufik Bahaudin dikatakan
seseorang itu Cerdas apabila memiliki beberapa kecerdasan atau disebut berfungsinya meta kecerdasan sinergi. Meta
kecerdasan itu antara lain IQ, EQ, SQ,
CQ, AQ).
Dengan kecerdasan spiritual memberikan
pengaruh utama dalam membangun komitmen kerja PNS yang cakap, bersih dan
berwibawa terbebas dari KKN. Untuk itu diperlukan akhlak yang mulia yang
dibangun dari nilai-nilai agama. Keseimbangan pendidikan umum (Iptek) dan
pendidikan agama/ moral spiritual akan melahirkan insan berkepribadian baik dan
arif-bijaksana dalam menyikapi serta menghadapi setiap permasalahan dan kreatif
mencari solusi terbaik dalam menghadapi masalah yang terjadi di lingkungan
sekitarnya.
B. Tujuan
Adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui Pengertian Intellegensi Quotien IQ
dan Emotional Quotient (EQ)
2.
Untuk mengetahui tentang pengertian Spiritual Quotient
(SQ) dan Creativity Quotient (CQ) serta Adversity
Quotient (AQ)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Intellegensi Quotien IQ
Menurut David Wechsler, intellegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional, dan memahami
lngkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa intellegensi adalah sebuah kemampuan
mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional. Oleh karena itu,
intellegensi tidak bisa diamati secara langsung melainkan harus disimpulkan
dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berfikir
rasional itu. Sedangkan IQ singkatan dari (Intelligence
Quotient) adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat test kecerdasan.
Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan
seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Inti dari
kecerdasan ini ialah aktifitas otak, Kecerdasan ini terletak pada otak bagian
cortex (Kulit Otak), dimana kecerdasan inilah yang memberikan kita kemampuan
berhitung, beranalogi, berimajinasi dan memiliki daya kreasi serta inovasi.
Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para psikologis dengan “What I Think”. Menurut penelitian, IQ
atau daya tangkap seseorang dapat di tentukan sejak anak usia 3 tahun, daya
tangkap sangat dipengaruhi oleh keturunan (genetic) yang dibawanya dari
keluarga ayah dan ibu disamping factor gizi makanan yang cukup.
IQ atau daya
tangkap ini dianggap tidak akan berubah sampai dewasa, kecuali bila ada sebab
kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi
memudahkan seseorang belajar dan memahami berbagai bidang ilmu.
Rumus kecerdasan umum yang di tetapkan
oleh para ilmuwan adalah:
Usia
mental anak X 100 = IQ
Usia
sesungguhnya
Contoh : Misal anak pada
usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti anak usia 4
tahun. Inilah yang disebut dengan usia mental. Berarti IQ si anak adalah : 4/3
x 100 = 133.
Interpretasi atau penafsiran dari IQ
adalah sebagai berikut:
Tingkat Kecerdasan
|
IQ
|
Genius
|
Di atas 140
|
Sangat super
|
120 - 140
|
Super
|
110 – 120
|
Normal
|
90 - 110
|
Bodoh
|
80 - 90
|
Perbatasan
|
70 – 80
|
Moron / dungu
|
50 – 70
|
Imbecile
|
25 – 50
|
Idiot
|
0 - 25
|
Kecerdasan dapat
dibagi dua yaitu, kecerdasan umum atau biasa disebut factor-g, maupun
kecerdasan spesifik. Akan tetapi pada dasarnya kecerdasan dapat di pilah-pilah
.
Berikut ini
pembaguan sfesifikasi kecerdasan menurut L.L. Thurstone :
·
Pemahaman dan kemampuan verbal
·
Angka dan hitungan
·
Kemampuan visual
·
Daya ingat
·
Penalaran
·
Kecepatan perceptual
B. Emotional Quotient (EQ)
Daniel Goleman
(1999), Adalah salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia
lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap
prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya
dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan
emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang
lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Di dunia Islam
kajian atas “emosi” bukanlah barang baru.Al-Qur’an dan Hadits banyak sekali
menyinggung tentangnya.Di dalam Al-Qur’an, aktifitas kecerdasan emosional
seringkali dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci utama EQ di
dalam Al-Qur’an dapat ditelusuri melalui kata kunci (qalbu) dan tentu saja
dengan istilah-istilah lain yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa ,
intuisi, dan beberapa istilah lainnya.
Jenis-jenis dan
sifat-sifat qalbu (qalb) dalam Al-Qur’an dapat dikelompokkan sebagai berikut:
·
Kalbu yang positif :
1.
Kalbu yang damai (Q.S. al-Syura/26:89).
2.
Kalbu yang penuh rasa takut (Q.S.Qafl50:33)
3.
Kalbu yang tenang (Q.S. al-Nahl/16:6)
4.
Kalbu yang berfikir (Q.S.al-Haj/2:46)
5.
Kalbu yang mukmin (Q.S.al-Fath/48:4)
·
Kalbu yang Negatif:
1.
Kalbu yang sewenang-wenang (Q.S. Gafir/40:35)
2.
Kalbu yang sakit (Q.S. al-Ahdzab/33:32)
3.
Kalbu yang melampaui batas (Q.S.Yunus/10:74)
4.
Kalbu yang berdosa (Q.S.al-Hijr/15:12)
5.
Kalbu yang terkunci, tertutup
(Q.S.al-Baqarah/2:7)
6.
Kalbu yang terpecah-pecah (Q.S.al-Hasyr/59:14)
Kalau qalb di
atas dapat diartikan sebagai emosi maka dapat difahami adanya emosi cerdas dan
tidak cerdas.Emosi yang cerdas dapat dilihat pada sifat-sifat emosi positif dan
emosi yang tidak cerdas pada sifat-sifat emosi negatif.
C. Spiritual Quotient (SQ)
Di akhir abad
ke-20 (1999-an), Danah Zohar dan Ian Marshall melalui penelitian ilmiahnya
menemukan kecerdasan lain, kecerdasan ketiga, yang disebut-sebut sebagai the
ultimatte intelligence (kecerdasan tertinggi), yaitu SQ (Spiritual
Quotient).Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan
makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilakudan hidup dalam
konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau
jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Dapat juga
dikatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna
ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah- langkah dan
pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas hanif dan
ikhlas.SQ adalah suara hati Ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk berbuat
atau tidak berbuat.
Kalau EQ
berpusat di hati, maka SQ berpusat pada "hati nurani"
(Fuad/dhamir).Kebenaran suara fuad tidak perlu diragukan. Sejak awal
kejadiannya, "fuad" telah tunduk kepada perjanjian ketuhanan "
Bukankah Aku ini Tuhanmu ?" Mereka menjawab :" Betul (Engkau Tuhan
kami ), kami bersaksi "( al-A'raaf,7:172 ). Di samping itu, secara
eksplisit Allah SWT menyatakan bahwa penciptaan Fuad/ al-Af’idah selaku
komponen utama manusia terjadi pada saat manusia masih dalam rahim ibunya
(al-Sajadah,32:9). Tentunya ada makna yang tersirat di balik informasi Allah
tentang saat penciptaan fuad karena Sang Pencipta tidak memberikan informasi
yang sama tentang waktu penciptaan akal dan qalbu. Isyarat yang dapat ditangkap
dari perbedaan tersebut adalah bahwa kebenaran suara fuad jauh melampaui
kebenaran suara akal dan qalbu .
Ciri – Ciri SQ Tinggi :
ü Memiliki
prinsip dan visi yang kuat.
ü Mampu
melihat kesatuan dalam keanekaragaman.
ü Mampu
mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.
ü Mampu
memaknai setiap sisi kehidupan.
ü Mampu
mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.
Memiliki Prinsip dan Visi Yang Kuat
:
ü Prinsip
adalah suatu kebenaran yang hakiki dan fundamental berlaku secara universal
bagi seluruh umat.
ü Prinsip
merupakan pedoman berprilaku, yang berupa nilai-nilai yang permanen dan
mendasar.
prinsip utama bagi orang yang
spiritualnya tinggi :
ü Prinsip
kebenaran.
ü Prinsip
Keadilan.
ü Prinsip
Kebaikan.
Visi yang kuat :
Visi adalah cara
pandang bagaimana memandang sesuatu dengan visi yang
benar.
D. Creativity Quotient (CQ)
CQ (Creativity
Quontient) adalah potensi seseorng untuk memunculkan sesuatu yang
penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi serta semua bidang dalam
usaha lainnya.
1.
Ciri – ciri kreatifitas menurut Guil Ford
ü Kelancaran
: Kemampuan memproduksi banyak ide.
ü Keluwesan
: Kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan jalam pemecahan masalah.
ü Keaslian
: Kemampuan untuk melahirkan gagasan yang orisinil sebagai hasil pemikiran
sendiri.
ü Penguraian
: Kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci.
ü Perumusan
Kembali : Kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan melalui cara yang
berbada dengan yang sudah lazim.
2.
Kreativitas terdiri dari dua unsur :
ü Kepasihan
(kemampuan menghasilkan sejumlah gagasn dan ide prmecahan masalah dengan
lancar).
ü Keluwesan
(Kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda dan luar biasa untuk memecahkan
suatu masalah )
3.
Hambatan untuk menjadi Kreatif :
Kebiasaan,
waktu, dibanjiri masalah, tidak ada masalah, takut gagal, kebutuhan akan sebuah
jawaban sekarang, kegiatan mental yang sulit diarahkan, takut bersenang-senang,
kritik orang lain.
4.
Beberapa cara memunculkan gagasan kreatif yaitu
:
ü Kuantitas
gagasan.
ü Teknik
brainstorming.
ü Sinektik.
ü Memfokuskan
tujuan.
E. Adversity Quotient (AQ)
AQ (Adversity
Quontient) adalah kemampuan/ kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan
menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. Paul G
Stoltz dalam Adversity Quotient membedakan tiga tingkatan AQ dalam masyarakat :
1.
Tingkat quitrers ( orang yang berhenti). Quiters
adalah orang yang paling lemah AQ nya. Ketika ia menghadapi berbagai kesulitan
hidup, ia berhenti dan langsung menyerah.
2.
Tingkat Campers ( Orang yang berkemah ). Campers
adalah orang yang memiliki AQ sedang.Ia puas dan cukup atas apa yang telah
dicapai dan enggan untuk maju lagi.
3.
Tingkat Climbers ( orang yang mendaki ).
Climbers adalah orang yang memilikiAQ tinggi dengan kemampuan dan kecerdasan
yang tinggi untuk dapat bertahan menghadpi kesulitan-kesulitan dan mapu
mengatasi tantangan hidup.
Tidak jarang
dalam dunia kerja ada sekelompok karyawan yang memiliki kecerdasan intelektual
(IQ) tinggi kalah bersaing oleh para karyawan lain yang ber-IQ relatif lebih
rendah namun lebih berani menghadapi masalah dan bertindak. Mengapa sampai
seperti itu?. Dalam bukunya berjudul Adversity Quotient: Turning Obstacles into
Opportunities, Paul Stoltz memerkenalkan bentuk kecerdasan yang disebut
adversity quotient (AQ). Menurutnya, AQ adalah bentuk kecerdasan selain IQ, SQ,
dan EQ yang ditujukan untuk mengatasi kesulitan. AQ dapat digunakan untuk
menilai sejauh mana seseorang ketika menghadapi masalah rumit. Dengan kata lain
AQ dapat digunakan sebagai indikator bagaimana seseorang dapat keluar dari
kondisi yang penuh tantangan. Ada tiga kemungkinan yang terjadi yakni ada
karyawan yang menjadi kampiun, mundur di tengah jalan, dan ada yang tidak mau
menerima tantangan dalam menghadapi masalah rumit (tantangan)
tersebut.Katakanlah dengan AQ dapat dianalisis seberapa jauh para karyawannya
mampu mengubah tantangan menjadi peluang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah
makhluk yang paling cerdas, dan Tuhan, melengkapi manusia dengan komponen
kecerdasan yang paling kompleks. Sejumlah temuan para ahli mengarah pada fakta
bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan paling unggul dan akan menjadi
unggul asalkan bisa menggunakan keunggulannya. Kemampuan menggunakan keunggulan
ini dikatakan oleh William W Hewitt, pengarang buku The Mind Power, sebagai
faktor yang membedakan antara orang jenius dan orang yang tidak jenius di
bidangnya, misalnya di bidang informatika.
IQ, EQ, SQ, AQ
dan CQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita. Seperti
yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal dari proses :
a.
merumuskan keputusan,
b.
menjalankan keputusan atau eksekusi,
c.
menyikapi hasil pelaksanaan keputusan.
No comments:
Post a Comment